Tuesday, September 30, 2014

Pendekatan Dalam Kajian Sastra

Pendekatan Dalam Kajian Sastra

Dalam mengkaji sebuah karya sastra, kita tidak dapat melepaskan diri dari cara pandang yang bersifat parsial, maka ketika mengkaji karya sastra, seringkali seseorang akan memfokuskan perhatiaanya hanya kepada aspek-aspke tertentu dari karya sastra. Aspek-aspek tertentu itu misalnya berkenaan dengan persoalan estetika, moralitas, psikologi, masyarakat, beserta dengan aspek-aspeknya yang lebih rinci lagi, dan sebagainya. Hal itu sendiri, memang bersifat multidimensional. Karena hal-hal di atas, maka muncul berbagai macam pendekatan kajian sastra.
Berikut pendekatan dalam kajian sastra:

1. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat menerapkannya dalam kajian sastra, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan realitas yang ada di luar karya sastra. Biasanya berupa latar belakang atau sumber penciptaa karya sastra yang akan dikaji. Misal novel tahun 1920-an yang banyak bercerita tentang "kawin" paksa. Maka dibutuhkan sumber dan budaya pada tahun tersebut yang berupa latar belakang sumber penciptaannya.

2. Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra memfokuskan perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan perasaan atau luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi sastrawan yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran atau perasaanya. Kerena itu, untuk menerapkan pendekatan ini dalam kajian sastra, dibutuhkan sejumlah data yang berhubungan dengan diri sastrawan, seperti kapan dan di mana dia dilahirkan, pendidikan sastrawan, agama, latar belakang sosial budayannya, juga pandanga kelompok sosialnya.

3. Pendekatan Pragmatik

Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain. Dalam praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembacannya (Pradopo, 1994).
Dalam praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Semakin banyaknya nilai-nilai tersebut terkandung dalam karya sastra makan semakin tinggi nilai karya sastra tersebut bagi pembacannya.

4. Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarangm maupun pembaca. Pendekatan ini juga disebut oleh Welek & Waren (1990) sebagai pendekatan intrinsik karena kajian difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi, dan kebenaran sendiri.

5. Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural ini memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw, 1984).
Dalam penerapannya pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading. Atau mengkaji tanpa melihat pengarang dan hubunga dengan realitasnya. Analisis terfokus pada unsur intrinsik karya sastrra. Dalam hal ini setiap unsur dianalisis dalam hubungannya dengan unsur yang lain.

6. Pendekatan Semiotik

Dalam kajian sastra, pendekatan semiotik memandang sebuah karya sastra sebagai sebuah sistem tanda.Secara sistematik, semiotik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem lambang, dan proses-proses perlambangan.
Pendekatan ini memandang fenomena sosial dan budaya sebagai suatu sistem tanda. Tanda tersebut hadir juga dalam kehidupan sehari misal: bendera putih di depan gang, maka orang akan berpikir ada salah satu keluarga yang sedang ada yang berduka. contoh lain adalah mendung: orang akan berpikir hujan akan segera turun sebentar lagi. Tentu saja untuk memahaminya dibutuhkan pengetahuan tentang latarbelakang sosial-budaya karya sastra tersebut dibuat.
Tanda, dalam pendekatan ini terdiri dari dua aspek yaitu: penanda (hal yang menandai sesuatu) dan petanda (referent yang diacu).

7. Pendekatan Sosiologi Sastra

Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik. Pendekatan ini memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatannya. Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi di suatu masyarakat (Sapardi Djoko Damono 1979).

8. Pendekatan Resepsi Sastra

Resepsi berarti tanggapan. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami makna resepsi sastra adalah tanggapan dari pembaca terhadap sebuah karya sastra. Pendekatan ini mencoba memahami dan menilai karya sastra berdasarkan tanggapan para pembacanya.

9. Pendekatan Psikologi Sastra

Wellek & Waren (1990) mengemukakan empat kemungkinan pengertian. Pertama adalah studi psikologi pengarang sebgai tipe atau pribadi. Kedua studi proses kreatif. Ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra.
Pengertian keempat menurut Wellek & Waren (1990) terasa lebih dekat pada sosiologi pembaca. 

10. Pendekatan Moral

Di samping karya sastra dapat dibahas dan dikritik berdasrkan sejumlah pendelatan yang telah diuraikan sebelumnnya, karya sastra juga dapat dibahasa dan dikritik dengan pendekatan moral. Sejauh manakah sebuah karya sastra menawarkan refleksi moralitas kepada pembacanya. Yang dimaksudkan dengan moral adalah suatu norma etika, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnnya. Moral berkaitan erat dengan baik dan buruk. Pendekatan ini masuk dalam pendekatan pragmatik

11. Pendekatan Feminisme

Pendekatan feminisme dalam kajian sastra sering dikenal dengan nama kritik sastra feminis. Pendekatan feminisme ialah salah satu kajian sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandan eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra (Djananegara, 2000:15).










Jenis-Jenis Sastra

Jenis-Jenis Sastra

Pengertian Jenis-Jenis Sastra

Jenis sastra adalah suatu hasil klasifikasi terhadap bentuk dan isi karya sastra yang terdapat dalam realitas. Pengklasifikasian yang dilakukan terhadap karya sastra dengan menjadikannya ke dalam beberapa jenis biasanya didasarkan pada kriteria tertentu, sesuai dengan perspektif yang dipergunakan oleh pihak yang melakukan klasifikasi tersebut.

Pembagian Jenis Sastra

Menurut Pandangan Aristoteles, sastra memiliki dua jenis, yakni yang bersifat cerita dan yang bersifat drama. Teks-teks yang menampilkan satu orang juru bicara (sang dalang  tunggal) disebut jenis naratif. Sedangkan teks-teks yang menampilkan tokoh dengan bahasa mereka sendiri-sendiri disebut jenis dramatik.

Tiga Jenis Sastra

Selain dua jenis sastra yang dikemukakan Aristoteles, ada astu jenis sastra lagi, yaitu jenis puitik. Masyarakat sastra lebih mengikuti ketiga jenis sastra tersebut, sehingga dalam dunia sastra dikenal jenis puisi, drama dan naratif.

Jenis Naratif

Yang dimaksud dengan teks-teks naratif ialah semua teks yang tidak bersifat dialog dan isinya merupakan suatu kisah sejara, sebuah deretan peristiwa. Bersamaan dengan kisah dan deretan peristiwa itu hadir sebuah cerita (Luxemburg, 1984). Sastra jenis naratif biasanya terdapat dalam teks roman, novel, prosa, lirik, dan cerita pendek (cerpen)

Jenis Dramatik

Yang dimaksudkan dengan teks drama ialah semua teks yang bersifat dialog dan yang isinya membentangkan sebuah alur (Luxemburg, 1984). 

Jenis Puisi

Yang dimaksud jenis teks puisi ialah teks monolog yang isinya tidak pertama-tama sebuah alur. Selain itu, teks puisi bercirikan penyajian tipografi tertentu. Ciri puisi yang paling menyolok ialah penamplian tipografinya. 

Disamping bentuk tipografi yang menonjol, bahasanya yang khas mengandung simbol dan kiasan sering juga dianggap sebagai ciri lain dari puisi. Kekhasan bahasa dalam puisi misalnya ditandai dengan dikisi, serta bahasa yang bersifat metaforis, metonimia, sinekdoks, personifikasi, hiperbola. Disamping itu juga puisi memiliki unsur lain yang tak kalah penting yaitu rima dan irama.



Monday, September 29, 2014

Kajian Sastra

Kajian Sastra

Pengertian Kajian

Kata "kajian" memiliki kaitan paling dekat dengan kata "penelaahan", kemuduan "penyelidikan". Bila mendengar kata "pemeriksaan" misalnya, pikiran kita akan cenderung tertuju pada upaya penanganan kasus yang berkaitan dengan tindak kriminalitas. Beda halnya bila kita mendengar kata "penelaahan","penelitian", dan "pengkajian". Penyebutan tiga kata tersebut mengajak pikiran kita ke dalam dunia ilmu pengetahuan. Dalam hal kata "penyelidikan", konteks bisa mempengaruhi arah maknanya, apakah dalam pengertian "pelajaran yang mendalam" atau dalam rangka melakukan pelacakan atau pengusutan.
Dari uraian tersebut menunjukan bahwa kata "kajian" memiliki pengertian yang luas, yaitu berkaitan dengan "penyelidikan", "penelaahan", dan juga "penelitian". Uraian tentang "pengkajian" selalu mengarah ke dunia pendidikan, baik dalam arti pelajaran maupun pembahasan tentang ilmu pengetahuan. (Wiyatmi, 2009:14)

Pengertian Sastra

Pengertian Kajian Sastra

Seperti yang tertulis di atas, kajian didefiniskan sebagai proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan; penelaahan. Dengan demikian, kajian sastra bisa diartikan sebagai proses atau perbuatan mengkaji, menyelidiki, dan menelaah objek material yang bernama sastra. (Wiyatmi, 2009:14)

Wednesday, September 24, 2014

Sastra Lekra

Sastra Lekra 

Lekra adalah anonimdari Lembaga Kebudayaan Rakyat, berdiri pada tanggal 17 Agustus 1950. Meski pada awal berdiri Lekra tidak nyata-nyata mengaku sebagai organisasi kebudayaan dibawah naungan PKI, tetapi dari konsep perjuangan kebudayan mereka nampak jelas bahwa organisasi ini bersifat komunistis. Pada waktu berdirinya tercatat 15 seniman yang berdiri dibelakannya, antara lain: Joebaar Ajoeb, A.S. Dharta, M.S.Ashar, Herman Arjuno, Nyoto dan lain-lain. Organisasi ini bergerak di segala segi kebudayaan dan mencakup seksi-seksi sastra seni rupa, seni suara, seni drama, film, filsafat, dan olahraga.
Dalam kesusastraan organisasi kebudayaan ini mengembangkan sastra Realisme Sosialis, Sastra aliran ini hanya merupakan alat belaka dari partai politiknya, dalam hal kepentingan politik PKI. Terdapat beberapa konsep dasar dalam sastra Lekra ini, antara lain:
1. Seni Untuk Rakyat
2. Politik adalah panglima
3. Meluas dan Meninggi
4. Gerakan Turun Kebawah
5. Organisasi
Pembentukan para sastrawan berdasarkan konsep yang demikian mengakibatkan mereka menjadi amat yakin terhadap kebenaran alirannya.
Meski Lekra didirikan tahun 1950 namun peranannya nbaru penting sekitar tahun 1957. Pada tahun itu mulailah Lekra berhasil menarik kaum sastrawan memasuki organisasinya. Dari beberapa sastrawan yang sudah terkenal dan kemudian terpikat oleh cara-cara Lekra adalah Pramoedya Ananta Toer, Boejoeng Saleh, Utuy Tatang Sontani, Rivai Apin, Sobron Aidit, dan lain lain.

Teror Lekra

Teror Lekra terhadap berbagai sastrawan mapan dilakukan dengan sasaran utama menjatuhkan tokoh H.B. Jassin. Majalah Jassin yang terkenal, yakni Sastra, diserang kaum Lekra antara lain dengan membujuk dan mengancam pada sastrawan pemenang Hadiah Sastra untuk menolak hadiah-hadiah tersebut.
Selain itu Lekra tidak henti-hentinya mempropagandakan konsep-konsep sastra Relaisme Sosialisnya sambil mengecam kaum sastrawan di luar Lekra. Para sastrawan yang berada di luar kelompok kelompok itu masih cukup banyak jumlahnya. Namun akhirnya mereka harus mengelompok juga meski bukan dalam bentuk organisasi formal. Mereka inilah yang kemudian memaklumkan Manifest Kebudayaan

Sastra Awal

Perkembangan Sastra Awal

sastra lama - sastra modern

Tidak ada perubahan kebudayaan yang terjadi secara tiba-tiba. Cara hidup suatu masyarakat berubah secara bertahap, baik dalam waktu yang relatif singkat maupun panjang. Perubahan sastra tradisional Indonesia menjadi sastra modern tidak terjadi dalam jangka waktu satu atau dua tahun. Sastra tradisional Indonesia yang berpusat di istana dan kalangan bangsawan kebanyaan diungkapkan dalam bentuk puisi yang amat keras atura-aturannya. Masalah yang dibicarakan dalam sastra tradisional tersebut kebanyakan juga hanya menyangkut kehidupan istana dan para bangsawan. Bahannya diambil dari mitos dan sejarah.
Sastra modern lebih menekankan pada kebebasan dalam menungkapkandaya tarik pada masalah-masalah zamannya sendiri yang berlaku di lingkungan masyarakat yang telah terdidik secara barat.
Perubahan dari sastra tradisional menjadi sastra modern itu terjadi secara samar-samar dan kurang tegas, namun nampak bahwa memang ada masa perubahan.
Di zaman penjajahan Belanda, di abad 19 belum ada bahasa Indonesia. Yang ada adalah bahasa-bahasa daerah. Dan golongan pelajar dalam pertengahan abad 19 itu terdiri dari berbagai suku dari berbagai daerah. Sastra Indonesia modern demikian juga tumbuh dalam berbagai macam bahasa daerah tadi. Ada tiga macam daerah yang memgang peranan penting dalam munculnya sastra Indonesia modern, yakni bahasa Jawa, Melayu, Sunda. 
Jejak-jejak munculnya sastra Indonesia modern dapat dilihat dari karya-karya yang muncul dari ketiga bahasa daerah tadi. 

Sastra Embrional

Masa embrionak berlangsung dari tahun 1870 sampai tahun 1900. Gejala munculnya sastra Indonesia modern terlihat keras dalam bahasa Jawa, Sunda dan Melayu Rendah. Ini disebabkan karena ketiga golongan masyarakat tersebut paling dahulu berkenalan dengan pendidikan Barat. Corak sastra baru yang muncul pertama kali berupa penceritaan kembali kisah-kisah lama dengan bahasa yang hidup dalam masyarakat pada waktu itu. Pada tahun 1844 seorang ahli bahasa Jawa, T.Roorda, menulis  buku setebal 197 halaman berjudul Raja Pinangon, dalam bahasa Jawa berbentuk prosa. Hampir sepuluh tahun kemudian muncul penulisan prosa kedua dalam bahasa Jawa dan masih berupa penceritaan kembali, yakni Angling Darma. pada tahun 1853; pengarangnya tidak diketahui. Keduanya mengambil bahan dari kitab suci dan legenda di Jawa. Kebiasaan-kebiasaan menceritakan kembali kisah-kisah lama dalam bahasa sehari-hari ini kemudian berkembang sampai tahun 1880-an.

Sastra Melayu Rendah Bukan Tionghoa

Rintisan sastra Melayu Rendah yang dimulai orang-orang Tionghoa sekitar tahun 1870, pada tahun 1890-an memperoleh bentuknya di tangan para penulis Belanda dan Indonesia. Pada tahun 1900 munculah roman-roman pendek dari para penulis F.D.J. Pangemanan, H. Komaz, dan F. Winggers yang menceritakan kisah-kisah yang terjadi di Indonesia baik dalam lingkungan masyarakat belanda, Tionghoa dan Indonesia. Kebanyakan roman-roman itu terjadi di Jakarta dan tentang pembunuha, kejaharan, perampokan. Para penulis ini telah menyusun cerita-ceritanya dengan sastra Barat, yakni tentang kehidupan nyata masyarakat tempat mereka hidup, dengan teknik novel atau roman, serta dipertangungjawabkan atas nama pengarangnya sendiri. Para penulis itu adalah wartawan yang sudah lama bekerja di beberapa surat kabar berbahasa Melayu yang sudah ada di Indonesia sejak 1850-an.
Pengarang Indonesia pertama yang menulis novel dalam bahasa Melayu rendah ialah .D.J. Pangemanan (1870-1910). Sastra Melayu Rendah yang ditulis oleh orang-orang Indonesia berkembang sampai tahun 1924

Sastra Melayu Rendah Tionghoa

Ragam sastra ini berkembang sejak tahun 1870-an sampai tahun 1960-an di Indonesia, jadi usiannya sudah hampir 100 tahun. Dan menurut penyelidikan sarjana Claudine Salmon, jumlah karya yang telah dihasilkan oleh ragam sastra ini lebih dari 3000 buah berupa karya-karya drama, novel, cerita pendek, syair, dan terjemahan-sastra Cina serta Barat. Periodisasi perkembangan sastra ini adalah sebagai berikut:
I.  Masa Lie Kim Hok (1884-1910)
II. Masa Perkembangan (1911-1923)
III.Masa Cerita Bulanan (1924-1945)
IV.Masa Akhir (1945-1960)






Friday, September 19, 2014

Sastra Lama

Sastra Lama

Mursal Esten (1978 : 9) Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Sastra dibagi menjadi 2 yaitu Prosa dan Puisi, Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat sedangkan Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Contoh karya Sastra Puisi yaitu Puisi, Pantun,  dan Syair sedangkan contoh karya sastra Prosa yaitu Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama.

Cakupan Sastra lama meliputi: puisi lama (mantra, pantun, syair, gurindam, seloka,bidal atau peribahasa,talibun,karmina), prosa lama (mithe, legenda, fable, sage, parable/dongeng jenaka, hikayat, cerita berbingkai, tambo/sejarah, epos,cerita pelipur lara, dsb).

Sastra lama memiliki banyak relevansi dengan kehidupan kita masa kini.Sastra lama merupakan kekayaan kebudaya bangsa. Sastra lama penuh akan nasihat-nasihat dan contoh-contoh tentang kebaikan budi.  Contoh dari sastra lama yang mengandung kebaikan adalah hikayat para nabi (Nabi Nuh, Adam,dsb), pantun nasihat, peribahasa, fabel, dan masih banyak yang lainnya yang pada masa itu ikut membentuk kepribadian dan karakter para pembaca. Sastra lama juga dapat berperan dan ikut berkontribusi dalam Ilmu Sastra dan Ilmu Bahasa kita.

Karya sastra lama syarat akan pendidikan karakter sebagai contohnya adalah Bidal:
Ilmu yang tiada diamalkan seperti pohon tiada berbuah.
Pesan bidal diatas adalah supaya setiap orang mau mengamalkan dan mengembangkan ilmu sehingga dapat berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Contoh yang lainnya:

“HIKAYAT PATANI”
Alkisah terdapat suatu kerajaan yang di kuasai oleh raja Paya Tu Kerub Mahajana.Setelah raja tersebut meninggal, ia dikantikan anaknya, yaitu Paya Tu Naqpa. Paya Tu Naqpa adalah seseorang raja yang suka berburu. Suatu hari ia mendengar berita bahwa daerah tepi laut mempunyai banyak binatang untuk diburu. Lalu Paya tu Naqpa pun pergi kedaerah sana dengan beberapa hulubalangnya untuk berburu. Namun, tak ada satupun bnatang yang nampak oleh rombongan raja tersebut.
Kemudian dua jam lamanya,anjing rombongan tersebut menggonggong, lalu raja bertanya tanya apa yang di gonggong oleh anjing itu. Ternyata adalah rusa putih yang gilang gemilang warnanya. Tetapi rusa itu berlari kesuatu arah dan hilanglah rusa tersebut. Rombongan raja pun berusaha mengejar tetapi tak ada rusa yang dicari, namun raja bertemu dengan sebuah rumah sepasang suami istri. Lalu si lelaki tersebut menceritakan asal muasal tempat yang ada rusa putihnya tersebut. Setelah mendengar cerita si lelaki, raja pun tertarik untuk memindahkan negrinya kesana, selama dua bulan, selesailah negeri tersebut, dan dinamakan, Patani Darussalam. Yang berarti negeri yang sejahtera. Beberapa tahun lamanya Paya Tu Naqpa bertahta, datang lah suatu penyakit berat yang menyerangnya. Tak ada satu tabib pun yang dapat mengobatinya. Lalu raja pun mengeluarkan pengumuman melalui anak buahnya, yaitu siapa yang bisa mengobati penyakit raja , maka iaakan diambil sebagai menantu. Tak lama kemudian, datanglah Syekh Sa’id untuk menyembuhkan raja, tetapi dengan syarat raja akan menganut agama Islam jika raja sembuh.Lalu raja pun menerima perjanjian tersebut. Tujuh hari lamanya raja di obati, maka penyakit rajapun hilang, tetapi ia melanggar janji nya kepada Syekh Sa’id, raja enggan memeluk agama Islam. Setelah dua tahun lamanya, ternyata penyakit raja datang lagi, lalu raja meminta Syekh Sa’id untuk mengobatinya,dan raja berkata akan sungguh sungguh melaksanakan janji nya, lalu dengan kemuliaan hati Syekh Sa’id mengobati raja tersebut. Setelah dua bulan, sembuhlahpenyakit raja tersebut. Tetapi lagi lagi raja melanggar janjinya itu. Setahun sesudah itu, raja didatangi sakit itu lagi, bahkan lebih parah, raja pun memanggil Syekh Sa’id untuk mengobatinya, tetapi Syekh Sa’id ingin benar-benar raja menepati janjinnya itu, jikalau tidak,raja tidak akan diobati lagi oleh Syekh Sa’id tersebut. Setelah dua puluh hari lamanya, makasembuhlah penyakit raja tersebut.Lalu kemudian , raja pun memanggil Syekh Sa’id untuk mengajarkan untuk masuk Islam.Lalu raja diajarkan membaca kalimat syahadat, lalu Syekh Sa’id mengganti nama raja dengansultan Ismail Syah Zilullah FiI’alam. Lalu ketiga anaknya pun berganti nama pula agar makin terasa sempurna ke Islamannya. Kemudian raja menghadiahi Syekh Sa’id dengan harta yang banyak, namun Syekh Sa’id tak mau dan meminta untuk pulang ke negri pasai nya.
            Pesan yang ingin disampaikan adalah agar kita menepati janji, jangan seperti raja yang harus sakit berulang kali terlebih dahulu. Pesan kedua adalah menolong tanpa pamrih seperti yang dilakukan Syekh Sa’id.
            Zaman sekarang ini sastra lama mulai perlahan menghilang. Hal itu merupakan kerugian besar karena sastra lamu merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa yang memiliki nilai-nilai pendidikan yang tinggi. Kita sebagai warga negara Indonesia, sebagai ahli waris kebudayaan Indonesia harus melestarikan sastra lama agar tidak ditinggalkan. Cara yang dapat kita gunakan adalah dengan bercerita kepada anak-anak kita kelak, mengadakan lomba/kompetensi sastra lama, menceritakannya kepada anak didik dan masih banyak cara lain seperti menulis pada blog-blog online sehingga dapat dibaca kalangan luas.

Buletin Rahsas

Buletin Rahsas

Royan Revolusi oleh rumpunsastra.com

Ringkasan Cerita

Indra Idrus merupakan mahasiswa pertanian berbadan kurus jakung. Ia mempunyai watak yang jujur dan bermoral serta semangat revolusioner. Dalam masa revolusi ia juga ikut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia. Pemuda itu telah meninggalkan jejak hidup dengan cukup pengabdian pada perjuangan kemerdekaan, dan perjuangan itu terukir dari luka tembak dibagian dada semasa perang revolusi. Ayahnya bernama Wiradinata yang telah bercerai dengan Fatimah, ibu Idrus, semenjak Idrus masih kecil. Wiradinata kemudian menikah dengan wanita yang dipanggil Ny. Grada dan mempunyai dua anak Rusmi dan Ani yang merupakan adik tiri Idrus.

Terdapat perdebatan batin setiap Idrus memikirkan ayahnya, antara perasaan benci juga hormat karena ia merupakan pegawai yang jujur dalam pekerjaanya. Ia menaruh hormat antara hubungan ayahnya dengan negara, namun benci sebagai bagian dari keluarga. Kabar mengejutkan ia dapatkan ketika ia berkunjung ke rumah ayahnya. Mula-mula ia hanya tahu bahwa Ani, adik tirinya sedang sakit di rumahsakit, namun begitu mengetahui bahwa Adiknya telah hamil diluar nikah, ia sangat terpukul. Ia sering menentang perbuatan-perbuatan seperti itu, namun sekarang kejadian itu menimpa keluarganya sendiri.

Idrus sesungguhnya tidak merasa senang sebagai mahasiswa pertanian, karena menjadi Insinyur bukan merupakan cita-citanya yang sesungguhnya. Cita-cita yang ingin dia capai adalah sebagai seorang pengarang/penulis. Setelah ia meminta izin kepada Ibunya Ia pindah ke Jakarta dan dengan modal awal duapuluh lima ribu rupiah, bersama Ramli, kawan seperjuangannya. Akhrinya mereka mendirikan percetakan dan penerbitan buku.

Dalam usahanya memajukan perusahaanya Idrus mulai terseret dalam perbuatan-perbuatan yang selama ini dibencinya. Ia mulai terpengaruh Ramli dan mulai menyuap agar penerbitnya mendapat pesanan. Dalam batinya terjadi konflik, antara membenci hal- hal curang dan tidak jujur yang dilakukannya atau tetap melakukan agar perusahaanya tetap berjalan, mengingat modal yang diberikan berasal dari ibunya yang telah rela menjual tanahnya.
Suatu ketika Idrus mengunjungi kekasihnya “Juwita”, Idrus mendapat kabar bahwa kekasihnya akan menikah bersama Mochtar lelaki yang bahkan sudah berbini dan beranak. Sangatlah terpukul hatinya, terlebih ketika Ia mengetahui bahwa Juwita telah hamil. Sama seperti ketika mendengar kabar mengenai adiknya, ia sangat terpukul. Ia sering menentang perbuatan-perbuatan seperti itu, namun sekarang kejadian itu menimpanya sendiri. Dalam keputusasaanya ia memutuskan untuk meninggalkan negerinya, mengejar cita-citanya dan pergi ke Eropa.

Di Eropa ia bertemu dengan Panji, teman seperjuangannya dulu. Kebobrokan moral disaksikanya sendiri bahwa temanya telah hidup layaknya suami istri dengan wanita yang bukan istrinya dan bahkan telah bersuami. Dan ketika berada di Eropa pula ia mendapat surat mengenai ibunya yang telah tiada, dan hal itu menambah kemelut didalam batinnya.

Di tengah perjalananya Idrus bertemu Eya Kuusela, wanita berkebangsaan Finlandia atau lebih tepatnya berasal dari Helsinki. Mereka kemudian menjalin hubungan cinta kasih. Gadis itu menarik perhatiannya bahkan merawat Idrus ketika sakit. Ia mempunyai kasih sayang yang tulus. Namun akhrinya mereka harus berpisah karena Idrus harus pulang ke Indonesia. Berkat Eya Kuusela, Idrus menemukan kembali semangatnya yang dulu hilang.

Sepulang di Indonesia Ia bekerja sebagai wartawan pada salah satu surat kabar. Dari sana ia bertekat membongkar korupsi yang ternyata melibatkan teman-temanya. Namun pada akhirnya ia harus mengundurkan diri dari pekerjaanya karena bertengkar dengan pemilik redaksi yang juga tidak jujur.
Idrus mulai membina hubungan dengan Rukiah kekasih barunya. Mereka bahkan telah memperoleh restu dari orang tua Rukiah, namun lagi-lagi takdir tidak mengizinkan. Rukiah harus berpulang dalam kecelakaan kereta api yang juga menyebabkan Idrus

Buletin Rahsas, edisi , 2012
Cover Novel “Royan Revolusi”
“Royan” berarti penyakit yang timbul setelah melahirkan. Dalam konteks ini “Royan Revolusi” menceritakan penyakit dan kebobrokan moral bangsa Indonesia sesudah revolusi atau sesudah kemerdekaan. dirawat sampai lebih dari
“Royan” berarti penyakit yang timbul setelah melahirkan. Dalam konteks ini “Royan Revolusi” menceritakan penyakit dan kebobrokan moral bangsa Indonesia sesudah revolusi atau sesudah kemerdekaan.

Unduh buletin Royan Revolusi

Kritik Sastra

Fungsi dan Peran Kritik Sastra


Fungsi utama kritik sastra adalah memberikan penilaian atau apresiasi terhadap sebuah karya sastra. Dalam prosesnya, kritik sastra memerlukan interpretasi yang mendalam melalui beberapa sudut pandang kritik yang digunakan diantaranya:
1. Sudut pandang tekstual    : menilai buruknya suatu karya sastra berdasarkan teks yang ada
2. Sudut pandang linguistik : mengkaji tentang segala  linguistik yang digunakan dalam karya sastra
3. Sudut pandang historik    : berhubungan dengan sejarah karya sastra
4. Sudut pandang sosiologi  : kritik sastra hubungannya dengan lingkungan sosial masyarakat
5. Sudut pandang feminis    : kritik sastra hubungannya dengan aliran feminisme
dsb.

Apa saja fungsi dari kritik sastra:
1. Membantu Sastrawan
Dalam hal ini kritik sastra dapat digunakan untuk menemukan kelemahan serta kelebihan sebuah karya sastra. Melalui kritik tersebut, sastrawan tentu akan mampu memperbaiki karya sastranya.
2. Kritik sastra memberikan sumbangan/pendapat terhadap bahan-bahan bagi penyusun/pengembangan teori sastra/sejarah sastra
3. Salah satu cara menikmati karya sastra
4. Kritik sastra membantu masyarakat memilih sebuah karya sastra

Contoh kritik sastra dengan pendekatan SOSIOLOGI SASRTRA