Sunday, May 31, 2015

Sejarah Sosiolinguistik

Sejarah Perkembangan Sosiolingustik di Amerika hingga di Indonesia

Dalam bab History of Sociolinguistics pada  Sosiolinguistics: The Essential Readings dikatakan bahwa sosiolinguistik sebagai sebuah disiplin ilmu mulai berkembang sejak 50 tahun terakhir. Sosiolinguistik mengkaji aspek sosial dalam bahasa dan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Seharusnya sosioliguistik ada sejak manusia memiliki bahasa, sebab tidak ada masyarakat tanpa bahasa dan bahasa tanpa masyarakat (penuturnya). 

William Dwight Whitney (Shuy, 2003: 4) mengatakan bahwa bahasa dalam kaitannya dengan proses komunikasi bukanlah milik individu, melainkan milik sosial (anggota masyarakat). Tidak ada bahasa yang dapat bertahan jika hanya digunakan oleh seorang saja, sehingga dapat dikatakan bahwa ‘sesuatu’ dapat diterima sebagai bahasa jika telah diterima, dipahami, serta dipakai oleh anggota masyarakat.

Kata sosiolinguistik muncul pertama kali pada 1939 pada sebuah artikel karya Thomas C. Hudson yang berjudul Sociolinguistics in  India dalam Man in India. Sosiolinguistik juga pertama kali digunakan Eugene Nida pada buku edisi keduanya yang berjudul Morphology (1949), tetapi ada sesesorang yang sering menggunakan istilah sosiolinguistik yaitu Haver Currie (1952), yang meklaim bahwa dirinyalah yang memperkenalkan sosiolinguistik. Semua ahli sepakat bahwa tahun 1960-an adalah tahun yang penting bagi lahirnya sosiolinguistik, terlebih di Amerika. Pada awal 1960-an Joshua Fishman pertama kali mengajar sosiolinguistik (tetapi menggunakan istilah Sociology of Language) di Universitas Pennsylvania.

Ketika sosiolingustik menjadi populer sebagai sebuah disiplin ilmu pada akhir 1960, ada 2 label yang melekat di dalamnya, yaitu sosiolinguistik dan sosiologi bahasa yang sama-sama merujuk pada fenomena yang sama yaitu sebuah kajian hubungan dan interaksi antara bahasa dan masyarakat, dan kedua istilah tersebut dapat dipertukarkan penggunaannya. Pada akhirnya perbedaan antara keduanya pun jelas, yaitu sosiolinguistik berfokus pada deskripsi bahasa yang lebih luas (yang melakukan adalah linguis dan antropologis), sedangkan sosiologi bahasa berfokus pada penjelasan dan prediksi fenomena bahasa dalam masyarakat (yang melakukan biasanya sosiolog). 

dalam buku An Introduction to Sociolinguistics karya Ronald Wardhaugh. Wardhaugh (1986: 12) dikenalkan istilah sosiolingustik dengan mikro-sosiolinguistik dan sosiologi bahasa dengan makro-sosiolinguistik. Perbedaan di antara keduanya, yaitu sosiolinguistik menyelidiki hubungan anatara bahasa dengan masyarakat dengan tujuan adanya pemahaman yang lebih baik mengenai struktur bahasa dan bagaimana fungsi bahasa dalam komunikasi sedangkan sosiologi bahasa mencoba menunjukkan bagaimana struktur sosial dapat memberikan pengertian yang lebih baik melalui studi bahasa. 

Hudson via Wardhaugh (1986: 12) menyatakan perbedaan di antara keduanya, yaitu sosiolinguistik adalah studi tentang bahasa yang dikaitkan dengan masyarakat, sedangkan sosiologi bahasa adalah studi tentang masyarakat yang dikaitkan dengan bahasa.Apabila kita melihat pendapat Hudson, maka akan nampak perbedaan yang jelas antara keduanya. Sosiolinguistik menunjukkan bahasa yang lebih berpengaruh terhadap masyarakat, sedangkan sosiologi bahasa menunjukkan masyarakatlah yang lebih berperan terhadap bahasa.

Shuy (2003: 5) dalam artikel A Brief History of American Socioliguistics 1949-1989 menuliskan bahwa beberapa ahli bahasa berpendapat asal mula sosiolinguistik berasal dari kajian linguistik antropologi. Mereka mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah bentuk modern dari linguistik antropologi. Pada awal April 1966, para sosiolog menggelar sebuah acara untuk membahas sosiolinguistik sebagai bagian dari acara tahunan Ohio Valley Sociological Society. Hymes melontarkan sebuah pertanyaan “Di mana para sosiolog dapat pergi untuk belajar sosiolinguistik?” Untuk menjawab hal tersebut, maka diadakanlah pertemuan lanjutan di Los Angeles tiga bulan kemudian di kediaman William Bright. Tokoh-tokoh yang hadir  pada waktu itu adalah Charles A. Ferguson, Joshua A. Fishman, Harold Garfinkel, Erving Goffman, John Gumperz, Dell Hymes, William Labov, Harvey Sacks, Edgar Polome, Leonard Savits, dan Emanuel Schegloff. Para sosiolog menyampaikan pengalaman mereka mengajar sosiolinguistik di universitas mereka. Savits menekankan bahwa para sosiolog membutuhkan pelatihan atau penjelasan mengenai linguistik. Karena sosiolinguistik adalah sebuah disiplin ilmu bahasa yang interdisipliner, maka sebagai seorang sosiolinguis mereka harus mengetahui kedua disiplin ilmu utamanya, yaitu sosiologi dan linguistik, agar  kajian yang mereka lakukan menjadi sebuah kajian yang utuh.

Pada November 1966, istilah sosiolinguistik telah menjadi istilah yang lazim di kalangan linguis dan sosiolog. Pertemuan tahunan Linguistic Society of America (LSA) telah memiliki sesi tersendiri yang diberi nama Sosiolinguistics yang telah berlangsung lebih dari 15 tahun. LSA telah mendeskripsikan sosiolinguistik sebagai sebuah komponen utama dalam disiplin ilmu linguistik. Dewasa ini sosiolinguistik mengandung beberapa topik di dalamnya, di antaranya perencanaan bahasa, studi mengenai bahasa dan jenis kelamin, variasi bahasa (dialek), register, pidgin, creol, dan lain-lain.
Indonesia menjadi sebuah ladang subur bagi kajian Sosiolinguistik. Menurut peta bahasa yang diterbitkan Lembaga Bahasa Nasional pada tahun 1992 (Nababan, 1986: 12) terdapat 418 bahasa daerah di Indonesia dengan jumlah penutur berkisar antara 100 orang (Irian Jaya) sampai dengan kurang lebih 50 juta orang (bahasa Jawa). Kebanyakan orang Indonesia akan mempelajari dan memakai bahasa daerah sebagai bahasa pertama, sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Orang tersebut dinamakan berdwibahasa. Selain itu, masyarakat Indonesia sangat multikultur, sehingga akan terdapat banyak klasifikasi sosial yang membuat kajian sosiolinguistik menjadi menarik.

Daftar Pustaka:
Hymes, Dell. 1997. “The Scope of Sociolinguistics” dalam Nikolas Coupland dan Adam Jaworski (Ed.) Sociolinguistics: A Reader and Coursebook. United States of America: Macmillan Press Ltd.

Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.





Sosiolinguistik

Sosiolinguistik

Pengertian, Ruang Lingkup dan Kegunaan

A. Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik sendiri menurut Halliday via Sumarsono (2013:2) disebut sebagai linguistik institusional. Artinya sosiolinguistik selalu berkaitan dengan manusia yang memakai bahasa tersebut. Manusia yang memakai bahasa tentu memiliki berbagai aspek, seperti jumlah, sikap, adat istiadat, dan budaya. Oleh karena itu sosiolinguistik lebih mengarah ke dalam lingkup sosiologi daripada linguistik, meskipun sebenarnya dalam sosiolinguistik keduanya berkaitan. Sosiolinguistik memandang kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam masyarakat manusia tidak lagi dikatakan sebagai individu saja (lingkup penutur), melainkan sebagai bagian dari kelompok sosial (lingkup kelompok tutur). 

Menurut Hymes (1997: 19), sosiolinguistik berkembang sebagai tahap transisi dalam bidang linguistik dan ilmu sosial yang berdekatan. Dari pendapat itu, dapat dipahami bahwa kajian sosiolinguistik mencakup bahasa dan ilmu sosial.

B. Ruang Lingkup

Sosiolinguistik sebenarnya hanya mencakup dua hal yaitu bahasa dan masyarakat, karena pada hakikatnya sosiolinguistik merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner dengan sosiologi. Jadi, ruang lingkup sosiolinguistik adalah bahasa (dengan berbagai ragam, ciri, dan variasinya) dan masyarakat dengan segala faktor, fungsi sosial, serta budaya.

Nababan (1986: 3) menyatakan bahwa ruang lingkup sosiolinguistik meliputi:

1. Mengkaji bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan

Sosiolinguistik mengkaji tentang bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan. Bahasa merupakan bagian dari sistem sosial dan kebudayaan dimana ketiganya tidak dapat dipisahkan. Sistem sosial dan interaksi sosial di masyarakat terbentuk karena budaya, sedangkan bahasa merupakan sarana yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Oleh karena itu, bahasa yang dikaji dalam sosiolinguistik tidak terlepas dari konteks sosial dan budaya.\

2. Menghubungkan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri, dan ragam bahasa dengan situasi serta faktor-faktor sosial dan budaya.

Sosiolinguistik tidak hanya mengkaji bahasa dalam konteks bahasa sebagai alat komunikasi, akan tetapi bahasa secara menyeluruh yang meliputi faktor, ciri, dan ragam bahasa yang kemudian dihubungkan dengan situasi sosial budaya yang ada pada saat itu. Dengan kata lain, perubahan dan perkembangan faktor kebahasaan, ciri-ciri, dan ragam bahasa yang terjadi selalu berhubungan dengan situasi dan faktor sosial budaya.

3. Mengkaji fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat 

Sosiolinguistik erat kaitannya dengan sosiologi (masyarakat), sehingga bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat pun tidak lepas dari kajian sosiolinguistik. Setiap kelompok masyarakat memiliki corak bahasa yang berbeda. Berbeda letak geografis wilayah akan mempengaruhi penggunaan bahasa masyarakat tersebut. Selain itu, perbedaan kelas sosial, profesi, pendidikan, juga berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan.

C. Kegunaan Sosiolinguistik

Sosiolinguistik dapat dimanfaatkan pada saat berkomunikasi ataupun berinteraksi kepada orang lain. Sosiolingusitik memberikan pedoman kepada kita dalam hal ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang harus kita gunakan ketika berbicara dengan orang tertentu. Sosiolinguistik menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa dalam aspek atau segi sosial tertentu.


Daftar Pustaka:


Hymes, Dell. 1997. “The Scope of Sociolinguistics” dalam Nikolas Coupland dan Adam Jaworski (Ed.) Sociolinguistics: A Reader and Coursebook. United States of America: Macmillan Press Ltd.

Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.




Monday, May 18, 2015

Bahasa

Hakikat Bahasa

Menurut teori struktural, bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional. Bahasa juga bersifat sistematik dan sistemik. Bahasa bersifat sistematik karena ia mengikuti ketentuan-ketentuan atau kaidah yang teratur. Bahasa bersifat sistemik karena bahasa itu merupakan suatu sistem dan terdiri aatas subsitem-subsistem.

Ciri-ciri hakikat bahasa menurut  Chaer, Abdul & Agustin, Leonie (2010:12-14) adalah sebagai berikut:

1. Bahasa sebagai sebuah sistem lambang

Bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Bahasa bersifat sistemis dikarenakan bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu. Bahasa bersifat sistemis karenakan sistem bahasa bukanlah sebuah sistem tunggal, bahasa terdiri dari subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Bahasa juga bersifat unik dan universal. Bahasa bersifat unik karena setiap bahasa memiliki ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki bahasa lain. Bahasa bersifat universal karena bahasa juga memiliki ciri yang sama seperti yang ada pada semua bahasa.

2. Bahasa berupa bunyi

Sistem bahasa merupakan lambang-lambang dalam bentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa.

3. Bahasa bersifat arbitrer

Hubungan lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, dapat berubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu. Selain bersifat arbitrer bahasa juga bersifat konvensional yakni, setiap penutur bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya.

4. Bahasa bersifat produktif

Bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang terbatas namun unsur-unsur itu dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas.

5. Bahasa bersifat dinamis

Bahsa yang ada di seluruh dunia ini tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

6. Bahasa itu beragam

Meskipun mempunyai kaidah atau pola tertentu  yang sama, bahasa itu dapat menjadi beragam karena digunakan oleh penutur yang heterogen mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan berbeda.

7.Bahasa bersifat manusiawi

Bahasa meruapakn alat komunikasi semua makhluk hidup, namun sebagai alat komunikasi verbal bahasa hanya dimiliki manusia.

Bahasa Dalam Komunikasi

Terdapat dua aspek bahasa sebagai alat komunikasi yaitu aspek linguistik dan aspek nonlinguistik atau paralinguistik. Kedua aspek ini “bekerja sama” dalam membangun komunikasi-bahasa itu. Aspek linguistik mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang akan disampaikan yaitu semantik ( yang di dalamnya terdapat makna, gagasan, ide, atau konsep). Aspek paralinguistik mencakup hal-hal berikut ini kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang, seperti falseto (suara tinggi), staccato (suara terputus-putus). Unsur suprasegmental yaitu tekanan (stres), nada (pitch) dan intonasi. Jarak dan gerak-gerik tubuh seperti gerakan tangan, anggukan kepala, dan sebagainya (Chaer dan Agustina, 2010: 22)

Aspek linguistik dan paralinguistik berfungsi sebagai komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi membentuk dan membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi. Hubungan alat komunikasi dengan konteks situasi itu dapat digambarkan sebagai bagan berikut (Chaer dan Agustina, 2010: 22).

(Chaer dan Agustina, 2010: 22)

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis komunikasinya lainnya, termasuk pada hewan. Bahkan komunikasi membaca gerak bibir pada orang bisu tuli memiliki kekurangan yaitu mengandalkan penglihatan mata yang tidak berfungsi di tempat gelap. Sebaliknya, dengan bantuan alat-alat modern kini bahasa telah dapat menembus ruang dan waktu.
Untuk lebih memahami kelebihan komunikasi-bahasa ini, kita bandingkan dengan sistem komunikasi yang ada dalam dunia hewan. Para pakar tertarik untuk meneliti sistem komunikasi hewan dengan maksud mengetahui hal berikut (Chaer dan Agustina, 2010: 23).
1. Kinerja sistem komunikasi hewan.
2. Jenis binatang yang memiliki sistem komunikasi paling baik.
3. Jenis binatang yang dapat memperoleh kemampuan berbahasa bila dilatih sejak bayi.
4. Persamaan dan perbedaan sistem komunikasi binatang dan manusia.
Terdapat beberapa penelitian tentang bahasa pada hewan (Fromkin dan Rodman 1974 dan Akmajian dkk. 1979 via Abdul Chaer, 2010: 23).  Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap sistem komunikasi berbagai jenis burung. Penelitian itu menyimpulkan bahwa dalam sistem komunikasi burung yang berupa “bunyi burung” dapat dibedakan adanya dua macam bentuk komunikasi, yaitu panggilan (bird call) dan nyanyian (bird song). Panggilan memiliki makna jadi, merupakan salah satu bentuk komunikas. Namun, hanya terbatas pada keadaan “sekarang’ dan “di sini”. Tidak ada untuk panggilan masa lalau dan yang akan datang. Komunikasi yang disebut “panggilan” ini tidak dapat berubah, disusun kembali untuk hal yang lain. Oleh karena itu tidak ada kreativitas dalam panggilan burung, seperti pada bahasa manusia.
Beberapa jenis burung termasuk beo dan kakak tua hanya memiliki kemampuan sampai tahap menirukan bunyi (termasuk ujaran) yang pernah didengarnya. Jelas hal ini tidak seperti manusia yang dapat membuat kalimat baru dalam jumlah yang tidak terbatas, bahkan yang belum pernah didengar dan dibuat orang, dari kata-kata yang diketahuinya.
Penelitian terhadap simpanse dan terhadap beberapa hewan primata lainnya menunjukkan bahwa simpanse berkomunikasi dengan tanda-tanda visual, tanda-tanda yang dapat dilihat berupa gerakan tubuh dan anggota badan lain, serta melalui pendengaran, penciuman, dan perabaan. Semua isyarat dan tanda yang digunakan simpanse itu tidak bervariasi, dan terbatas pada pesan-pesan yang ingin disampaikan, yang merujuk pada waktu itu juga. Simpanse tidak mampu menyatakan perasaan senang atau marah yang dialami pada masa lampau atau masa yang akan datang. Selain itu, hasil percobaan menunjukkan bahwa simpanse itu dapat memahami sejumlah kosakata dan dapat memahami sejumlah kalimat-kalimat sederhana tapi tidak dapat membuat kreasi baru. Itulah yang membedakan hewan dengan manusia. Oleh karena itu kalau bahasa didefinisikan hanya sebagai komunikasi, hewan pun memiliki bahasa (Chaer dan Agustina, 2010: 25).

Untuk lebih lengkap mengenai penelitian terhadap bahasa silahkan baca:
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Keistimewaan Bahasa Manusia 

Hockett dan Mc Neil (Hockett, Mc Neil, dan Chomsky via Chaer dan Agustina, 2010: 26) membahas ada 16 butir khusus yang membedakan sistem komunikasi bahasa dan system komunikasi makhluk lainnya:

1. Bahasa itu menggunakan jalur vocal auditif. 

Banyak hewan, termasuk jangkrik, katak, dan burung, yang sistem komunikasinya dapat didengar. Namun, tidak semuanya merupakan bunyi vocal. Katak, burung, dan oran utan ini mempunyai jalur vokal audiktif ini, seperti yang dimiliki manusia. Tetapi sistem komunikasinya itu tidak mempunyai ciri lainya yang dimiliki manusia.

2. Bahasa dapat tersiar ke segala arah; tetapi penerimaannya terarah. 

Maksudnya, bunyi bahasa yang diucapkan dapat didengar di semua arah karena suara atau bunyi bahasa itu merambat melalui udara tetapi penerima atau pendengar dapat mengetahui dengan tepat dari mana arah bunyi bahasa itu datang.

3. Lambang bahasa yang berupa bunyi itu cepat hilang setelah diucapkan. 

Hal ini berbeda dengan tanda atau lambang lain, seperti bekas tapak kaki hewan, dan patung kepahlawanan yang dapat bertahan lama.  Oleh karena ciri cepat hilangnya, sejak dulu orang bersaha melestarikan lambang bunyi bahasa ini dalam benruk tulisan.

4. Partisipan dalam komunikasi bahasa dapat saling berkomunikasi( interchangeability). 

Artinya, seorang bisa  menjadi seorang pengirim lambang dan dapat juga menjadi penerima lambang itu.

5. Lambang bahasa itu dapat menjadi umpan balik yang lengkap. 

Artinya, pengiriman lambang (penutut) dapat  mendengar sendiri lambang bahasa itu. Padahal dalam beberapa macam komunikasi kinetik (gerakan) dan visual (penglihatan) seperti dalam tarian lebah, si pengirim informasi tidak dapat melihat bagian-bagian penting dari tarian itu.

6. Komunikasi bahasa mempunyai spesialisasi. 

Maksudnya, manusia dapat berbicara tanpa harus mengeluarkan gerakan-gerakan fisik yang mendukung proses kominukasi itu. Manusia dapat berbicara sambil mengerjakan pekerjaan lain yang tidak berhubungan denga topik pembicaraan.

7. Lambang-lambang bunyi dalam komunikasi bahasa adalah bermakna atau merujuk pada hal-hal tertentu.

8. Hubungan antara lambang bahasa dengan maknanya 

Hubungan antara lambang bahasa dengan maknanya bukan ditentukan oleh  adanya suatu ikatan antara keduanya: tetapi ditentukan oleh suatu persetujuan atau konvensi  di antara para penutur suatu bahasa. Jadi hubungan antara lambang bunyi [kuda] dengan maknanya, yaitu ‘sejenis binatang berkaki empat yang bias dikendarai’ bersifat arbiter, semaunya.

9. Bahasa sebagai alat komunikasi manusia

Bahasa sebagai alat komunikasi manusiadapat dipisahkan menjadi unit satuan- satuan, yakni, kalimat, kata, mofren, dan fonem. Padahal alat komunikasi makluk lain merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

10. Rujukan tidak selalu harus pada waktu kini

Rujukan atau yang sedang dibicarakan dalam bahasa tidak harus selalu ada pada tempat dan waktu kini. Kita dapat menggunakan bahasa untuk sesuatu yang telah lalu, yang akan dating, atau berada di tempat yang jauh. Komunikasi makhluk lain, seperti tarian lebah, atau teriakan orang utan, hanya merujuk pada yang ada di tempat dan waktu tertentu.

11. Bahasa bersifat terbuka. 

Artinya, lambang-lambang ujaran baru dapat dibuat sesuai dengan keperluan manusia. Padahal teriakan simpase itu bersifat tertutup. Apa yang diteriakan simpase itu sudah tertentu, sebagaimana yang diwarisinya, tidak bisa ditambah lagi. Jadi, tersifat tertutup.

12. Kepandaian diperoleh dari belajar 

.Kepandaiandan serta kemahiran untuk menguasai aturan- aturan dan kebiasaan- kebiasaan manusia diperoleh dari belajar, bukan memalui gen-gen yang dimiliki sejak lahir. Berbeda dengan komunikasi hewan, seperti burung, simpase, dan lumba-lumba, yang dibawa sejak lahir.

13. Bahasa dapat dipelajari 

Sehubungan denga ciri (12) di atas, maka bahsa itu dapat dipelajari. Artinya, seseorang yang dilahirkan dan dibesarkan, misalnya, dalam bahasa A dapat mempelajari bahasa lain, yang bukan bahasa lingkungannya.

14. Bahasa dapat menyatakan benar atau salah

Bahasa dapat  digunakan utuk menyatakan yang benar dan yang tidak benar, atau juga yang tidak bermakna secara logika. Misalnya kita dapat mengatakan, ‘Penduduk Jakarta dewasa ini ada satu juta orang”, atau juga, ”Ibu  kota Kerajaan Inggris adalah Oxford’. Mengatakan sesuatu yang tidak benar hanya dapat dilakukan dalam komunikasi bahasa, pada komunikasi hewan hampir tidak ditemukan. Dengan kata lain, alat komunikasi manusia dapat digunakan untuk berdusta, sedangkan alat komunikasi hewan tidak dapat.

15. Bahasa memiliki dua subsistem

Bahasa memiliki dua subsistem yaitu subsistem bunyi dan subsistem makna, yang memungkinkan basaha itu memikiki keekonomisan fungsi. Keekonomisan fungsi ini terjadi karena bermacam-macam unit bunyi yang fungsional bisa  dikelompokan dan dikelompokan lagi ke dalam unit-unit yang berarti.

16. Bahasa dapat digunakan untuk membicarakan bahasa

Ciri terakhir bahasa itu sendiri dapat kita gunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Alat komunikasi dari hewan tak ada yang dapat digunakan untuk membicarakan alat komunikasi itu sendiri.

Fungsi Bahasa

Fungsi bahasa menurut M.A.K. Halliday dalam tulisanya yang berjudul Explorations in the functions of Language (1976:2) via Sumarlam mengemukakan tujuh fungsi bahasa. Ketujuh fungsi bahasa yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Fungsi instrumental (the instrumental function)
Dalam hal ini bahasa berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu. Fungsi ini secara umum dikenal dengan perintah atau imperatif. 
b. Fungsi regulasi (the regulation function)
Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai pengawas, pengendali, atau pengatur peristiwa; atau berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur orang lain. 
c. Fungsi pemerian atau fungsi representasi (the representational function)
Bahasa berfungsi untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan, atau melaporkan realitas yang sebenarnya sebagaimana yang dilihat atau dialami orang.
d. Fungsi interaksi (the interactional function)
Fungsi bahasa  yang menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi serta menjalin interaksi sosial. Keberhasilan interaksi ini menuntut pengetahuan secukupnya mengenai logat, jargon, lelucon sebagai bumbu komunikasi, cerita rakyat (folklore), adat istiadat dan budaya setempat (termasuk didalamnya tata krama pergaulan).
e. Fungsi perorangan (the personal function)
Fungsi ini memberi kesempatan kepada pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam. Dalam hal ini bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi biasanya menunjukkan kepribadian seseorang. Dari bahasa yang dipakai oleh seseorang maka akan diketahui apakah dia sedang marah, jengkel, sedih, gembira, dan sebagainya.
f. Fungsi heuristik (the heuristic function). Fungsi ini melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempelajari seluk-beluk lingkunganya. Fungsi heuristik ini mengingatkan pada apa yang secara umum dikenal dengan pertanyaan, sebab fungsi ini sering disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban. Secara khusus, anak-anak sering memanfaatkan penggunaan fungsi heuristic ini dengan berbagai pertanyaan “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” yang tidak putus-putusnya mengenai dunia sekeliling atau alam sekitar mereka.
g. Fungsi imajinatif (the imaginative function)
Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita-cerita, dongeng-dongeng, membacakan cerita lucu, atau menuliskan cerpen, novel, dan sebagainya. (Sumarlam, 2003)



Linguistik Umum

Linguistik 

Linguistik atau ilmu bahasa adalah disiplin ilmu yang mempelajari bahasa secara luas dan umum. Luas berarti meliputi semua aspek dan komponon bahasa. umum berarti sasaran dari linguistik tidak hanya terbatas pada satu bahasa saja, akan tetapi semua bahasa di dunia.

Linguistik, secara garis besar meliputi dua lingkup, yaitu mikro dan makro. Berikut bidang cakupan linguistik:

A. Mikrolinguistik

Mikrolinguistik adalah lingkup linguistik yang mempelajari bahasa dalam rangka kepentingan bahasa itu sendiri, tanpa mengaitkan dengan ilmu-ilmu lain. Mikrolinguistik tidak menccakup tentang bagaimana penerapan ilmu tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. Mikrolinguistik sendiri mencakup bidang-bidang berikut:

1) Teori-Teori linguistik:

    a. Teori Tradisional
    b. Teori Struktural
    c. Teori Transformasi
    d. Teori Tagmemik

2) Linguistik Historis

3) Perbandungan Bahasa

4) Deskripsi Bahasa, meliputi:

    a. Fonetik
    b. Fonemik
    c. Morfologi
    d. Sintaksis
    e. Semantik
    f. Morfosintaksis
    g. Leksikologi

B. Makrolinguistik

Ialah bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan dunia di luar bahasa, yang berhubungan dengan ilmu lain dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut cakupan dari makrolinguistik

1. Bidang linguistik interdisipliner

    a. Fonetik Interdisipliner
    b. Sosiolinguistik
    c. Psikolinguistik
    d. Etnolinguistik
    e. Antropolinguistik
    f. Filologi
    g. Stilistik
    h. Semiotik
    i. Epigrafi
    j. Paleografi
    k. Etologi
    l. Etimologi
   m. Dialektologi

2. Bidang linguistik Terapan

    a. Fonetik terapan
    b. Perencanaan Bahasa
    c. Pembinaan Bahasa
    d. Pengajaran Bahasa
    e. Penerjemahan
    f.  Grafonomi atau Ortografi
    g. Grafologi
    h. Leksikografi
    i. Mekanolinguistik
    j. Medikolinguistik
   k. Sosiolinguistik Terapan(Pragmatik)

Lebih lengkap silahkan baca:
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik. Yogyakarta: Wacana.

Friday, May 8, 2015