Friday, October 9, 2015

Gejala Deiksis

Deiksis

Gejala deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang penafsiran acuannya harus memperhitungkan situasi pembicaraan. Lihat contoh di bawah ini:
a. Ayo berangkat sekarang!
b. Sekarang banyak terjadi perampokan.
Perhatikan ketiga kalimat di atas! pada kalimat a. kata "sekarang" mengacu kepada acuan waktu jam, atau menit. Pada kalimat b. memiliki cakupan waktu yang lebih luas lagi. Acuan waktu "sekarang" pada kalimat b. bisa jadi hari-hari ini, atau bulan ini. 
Untuk lebih memahami deiksis, perhatikan contoh di bawah ini!
a. Duduklah kamu di sini.
b. Di sini jual materai.
Kata "di sini" pada kalimat a. mengacu kepada tempat duduk. Berbeda dengan kalimat a, kata "di sini" pada kalimat b mengacu kepada sebuah toko.

Dari contoh-contoh di atas, kita dapat melihat ada dua macams deiksis yang muncul. Pada contoh pertama, gejala deiksideiksisdieksis tempat. Lalu, ada berapa macam deiksis?

a. Deiksis persona

Seperti namanya, gejala deiksis ini selalu berkaitan dengan kata ganti orang. Misal aku, kamu, dia, Bapak, Ibu, dan sebagainya.

b. Deiksis Tempat

Gejala deiksis ini berkaitan dengan kata dengan rujukan tempat. Misal di sini, di sana, di atas, ke sini, dan sebagainya.

c. Deiksis Waktu

Gejala deksis ini berkaitan dengan kata dengan rujukan waktu. Misal sekarang, besok, lusa.
Contoh: Besok kamu berangkat? (apabila diucapkan di hari Rabu maka besok yang dimaksud adalah Kamis, Apabila diucapkan hari Kamis, maka besok yang dimaksud adalah hari jumat)

d. Deiksis Wacana

Sesuai dengan namanya gejala deiksis ini muncul pada sebuah wacana. 
Contoh: Kepandaiannya dalam bermain basket sangat mengagumkan, Pantas saja Andi ditunjuk menjadi ketua tim.
"nya" pada kata di atas langsung merujuk kepada "Andi".



Thursday, October 1, 2015

Sastra dalam Film

Sastra dalam Film

Pengertian Sastra

Sebelum membahas hubungan antara sastra dan Film perlu kita perlu memahami bahwa pengertian sastra sendiri sangat bermacam-macam. Menilik pada pandangan Wellek dan Waren dalam Wiyatmi (2009) sastra diterapkan pada seni sastra, yaitu dipandang sebagai karya imajinatif. Pada definisi ini kita diarahkan untuk memahami sastra dengan terlebih dahulu melihat aspek bahasa. Bahasa khas seperti apakah yang dimiliki sastra? Apakah keindahan, keunikan, ataupun memiliki banyak arti?

Kaum romantik berpandangan mengenai ciri-ciri sastra sebagai berikut: Pertama, sastra adalah sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan sebuah imitasi. Seorang sastrawan menciptakan dunia baru. Kedua, sastra merupakan luapan emosi yang spontan.  Ketiga, sastra bersifat otonom, tidak mengacu kepada sesuatu yang lain; sastra tidak bersifat komunikatif. Sastra mencari keselarasan di dalam sebuah karya. Keempat, otonomi sastra memiliki ciri kohesi yang dalam artian mengacu kepada bentuk dan isi. Kelima, sastra menampilkan sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan. Keenam, sastra mengungkapka yang tak terungkapkan, dalam artian sastra mampu menghadirkan bermacam -macam asosiasi mapupun konotasi yang jarang ditemukan dalam bahasa sehari-hari.
Satu hal yang perlu digaris bawahi  dari kesemua ciri mengenai sastra adalah penggunaan bahasa sebagai sarana penyampaiannya.


Hubungan Sastra dan Film


Film, menurut Arsyad 2014 merupakan gambar-gambar yang terdapat di dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis, sehingga pada layar, gambar itu terlihat hidup.
Dahulu kala, buah pikir seseorang hanya dapat dicurahkan lewat bahasa lisan secara langsung maupun tulis. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini. Seseorang dapat menyampaikan buah pikir, ide, gagasan, maupun sebuah karya melalui media visual. Dengan media film, sebuah karya sastra dapat dinikmati secara lebih hidup.
Sudah banyak film-film yang dihasilkan dari sebuah karya sastra. Misalnya saja Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Ayat-Ayat Cinta, dan sebagainya. Semua judul film di atas dibuat berdasarkan novel. Namun perlu diketahui bahwa menerjemahkan bahasa teks ke dalam bahasa visual tidaklah mudah.
Kalau begitu, bolehkah saya katakan bahwa sebuah film juga merupakan karya sastra? Bukankah ketika kita melihat film,kita juga sedang melihat sebuah ciptaan imaginasi dari pengarang? Bukankah di film juga terdapat dialog antar tokoh, seperti pada sastra? Bukankah dalam proses pembuatan film, sutradara juga memakai script naskah? Bukankah film juga memiliki unsur intrinsik yang sama seperti sebuah sastra naratif?*(tokoh, alur, latar, sudut pandang, dsb.)

Apabila kita menilik pada syarat utama sebuah sastra adalah "bahasa sebagai sarana penyampaiannya".  Sering banyak diartikan bahwa sebuah karya sastra harus berbentuk tulisan, hal itu karena syarat utama penyampaiannya adalah "bahasa". Namun, perlu diketahui bahawa "bahasa" yang sebenarnya adalah bahasa lisan (yang didengar) sedangkan tulisan merupakan sebuah simbol dari bahasa. Jadi ketika kita mendekomposisikan sebuah tulisan kedalam imaginasi kita, sebenarnya kita sedang mendengarkan pengarang. Akan tetapi, penggunaan bahasa di dalam film lantas begitu saja dapat membuat film dikategorikan sebagai karya sastra.
Untuk melihat hubungan karya sastra dengan film, kita harus membandingkan juga dengan sebuah lukisan yang memiliki cerita. Apakah lukisan tersebut dapat kita sebut karya sastra? Jawabannya adalah YA. Dalam kajian sastra populer, film adalah karya sastra. Meski sarana penyampaian imaginasinya adalah visual *gambar, film memiliki alur, cerita, tokoh, dan ciri lain yang mirip sebuah sastra naratif, namun, sarana utama penyampaiannya adalah visual* dengan gambar bergerak. Dalam film juga terdapat dialog bukan? Berarti film juga menggunakan bahasa? Ya, film menggunakan dialog, dan ya film menggunakan bahasa. Dialog pada film merupakan sarana pendamping untuk mengantarkan pemirsa kedalam imaginasi pengarang. Meski sarana utama film adalah visual* gambar bergerak di sana terdapat unsur naratif/cerita, bertujuan menyampaikan sesuatu kebijaksanaan, keindahan, pelajaran, yang memantik emosi. Jadi film yang dibuat berdasarkan adalah sebuah karya sastra yang memiliki perkembangan bentuk baru.