Monday, April 27, 2015

Cerpen / Cerita Pendek

  Cerpen / Cerita Pendek

   1) Definisi Cerpen (Cerita Pendek)

   Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan karya sastra yang bernama cerpen. Karya sastra ini sering muncul di berbagai surat kabar bahkan ada salah satu rubrik tersendiri. Cerpen, menurut istilahnya, biasanya diterapkan pada prosa fiksi yang panjangnya antara seribu sampai lima ribu kata (Sayuti, 2000:8).
    Menurut Sumardjo (2007:202) cerpen merupakan fiksi yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Oleh karenannya, cerita yang disajikan dalam cerpen terbatas hanya memiliki satu kisah atau peristiwa.
    Cerpen adalah karya sastra yang memiliki ciri berbentuk naratif, yang dimaksud naratif ialah semua teks yang tidak bersifat dialog dan isinya merupakan suatu kisah sejarah, sebuah deretan peristiwa. ‘Bersamaan dengan kisah dan deretan peristiwa itu hadir cerita’ (Luxemburg  dalam Wiyatmi, 2009:28).
“   Cerpen, sesuai namannya, adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak ada satu kesepakatan di antara pengarang dan para ahli” (Nurgiantoro, 2012).
    Perbedaan antara novel dan cerpen yang pertama (dan yang terutama), menurut Nurgiantoro (2012) dilihat dari segi bentuk dan panjang cerita. Sebuah cerita yang panjang, tidak tepat disebut cerpen, lebih tepat disebut sebagai novel. Menggaris bawahi tentang panjang cerita sebuah karya sastra sebagai pembeda antara novel dan cerpen, hal itu senada dengan yang diungkapkan Sayuti (2009) bahwa sebuah cerpen biasanya memiliki plot yang diarahkan pada insiden atau peristiwa tunggal. Sebuah cerpen biasanya didasarkan pada insiden tunggal yang memiliki signifikansi besar bagi tokohnya. Karena plot diarahkan pada insiden tunggal, maka jalan cerita menjadi lebih pendek. Berbeda dengan cerpen, novel memiliki banyak plot cerita sehingga jalan cerita menjadi lebih panjang.

    2) Unsur-Unsur Cerpen


    Nurgiantoro (2012) mengemukakan bahwa “sebagai karya fiksi, cerpen dibangun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik”.
    Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur yang dimaksud adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.
    Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra. Unsur tersebut antara lain adalah keadaan subjektivitas individu, keyakinan, dan pandangan hidup pengarang.
     Merujuk pada Wiyatmi (2009) berikut akan diuraikan mengenai unsur-intrinsik pembangun fiksi:

    a) Tokoh   

    Tokoh merupakan pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi juga dapat merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di dunia nyata. Oleh karena itu, tokoh juga memiliki dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi sosiologis meliputi status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan, pendidikan, agama, pandangan hidup, ideologi, aktivitas sosial, organisasi, hoby, bangsa, suku, dan keturunan. Dimensi psikologis meliputi ukuran moral, keinginan, perasaan pribadi, sikap dan kelakuan, dan intelektualitas. Sesuai dengan keterlibatannya, tokoh dibedakan menjadi beberapa jenis: Tokoh sentral dan tokoh periferal. Berdasarkan wataknya dikenal tokoh sederhana dan tokoh kompleks (Sayuti, 2000).

    b) Alur (Plot)

    Alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hubungan kausalitas. Secara sederhana, alur digambarkan sebagai berikut
                     

    c) Latar (setting)

    Dalam fiksi latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar memiliki fungsi untuk memberi konteks cerita.

    d)  Judul

   Dalam KBBI, judul berarti kepala karangan. Judul juga dapat menyiratkan isi atau apa yang terkandung dalam sebuah karangan.

     e) Sudut Pandang (point of view)

   Sudut pandang dibagi menjadi empat yaitu: sudut pandang first person central atau akuan sertaan; sudut pandang first person peripheral atau akuan taksetaan; sudut pandang third person omnniscient atau diaan maha tahu; sudut pandang third person limited atau diaan terbatas (Sayuti, 2000).

    f) Gaya dan Nada

   Gaya merupakan cara pengungkapan yang khas bagi pengarang. Gaya meliputi penggunaan diksi, citraan, dan sintaksis.
    Nada berhubungan dengan sikap yang ditunjukan oleh penyair terhadap masalah yang dikemukakan atau terhadap pembaca (Nurgiantoro, 2014:167).

    g) Tema

   Tema adalah pokok/intisari cerita. Dalam tema terkandung sikap pengarang terhadap subjek atau pokok cerita. Tema berfungsi sebagai pemersatu unsur-unsur cerita.

     h) Amanat

   Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.  Amanat dapat disampaikan secara tersirat, maupun tersirat. 
Previous Post
Next Post

0 comments: