Friday, June 5, 2015

Fiksi

Hakikat Fiksi

Sering kita mendengar istilah "fiksi" dalam khasanah sastra Indonesia. Istilah fiksi dapat berarti cerita rekaan atau khayalan. Dengan demikian sebuah karya fiksi dapat diartikan sebagai sebuah karya yang isinya bersifat rekaan, khayalan, atau tidak sungguh-sungguh terjadi. 
Dalam sebuah karya fiksi, pengarang dapat menyajikan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan. Altenbernd dan Lewis via Nurgiantoro (2012) mengartikan fiksi sebagai "prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasannya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. 
Nurgiantoro (2012) mengungkapkan bahwa cerita fiksi meliputi berbagai masalah kehidupan dalam interaksinya dengan lingkungan dengan sesama, diri sendiri, serta Tuhan. Meskipun berupa khayalan, fiksi tidakboleh dianggap sebagai hasil lamunan belakan. Fiksi harus dipandang sebagai penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan pengarang terhadap hakikat hidup dan kehidupan. Sebuah hasil karya fiksi dilakukan dengan penuh daya pikir, kesadaran, kreatifitas dan tanggung jawab. Meskipun begitu, dalam dunia kesastraan juga terdapat bentuk karya sastra yang berdasarkan fakta. Karya sastra seperti itu menurut Abrams dalam Nurgiantoro (2012) diseebut sebagai karya fiksi historis (historical fiction), jika yang menjadi dasar penulisan fakta sejarah, disebut fiksi biografis (biographical fiction) apabila berdasarkan fakta biografis, dan fiksi sains (sciense fiction) apabila berdasarkan fakta ilmu pengetahuan.

Kebenaran Fiksi

Nurgiantoro (2012) berpendapat, kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang tidak harus sesuai dengan kebenaran dalam kehidupan nyata. Kebenaran fiksi boleh berbeda dengan kehidupan di dunia nyata. kebenaran fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan pandangan terhadap keyakinan pengarang. Dunia fiksi mengandung lebih banyak kemungkinan daripada yang ada di dunia nyata. Hal itu karena kreatifitas pengarang yang tak terbatas.
Wellek & Warren via Nurgiantoro (2012) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari.

Tipe-Tipe Fiksi

Berikut ini akan diuraikan tipe-tipe fiksi menurut Stanton (2012):

a. Romantisme dan Realisme

Fiksi tipe ini menggambarkan kehidupan dalam pergulatan antara emosi individu termasuk juga emosi orang lain.  Fakta-fakta dalam tipe ini berwujud mimpi, kegilaan atau pengalaman mistik. Fakta tersebut dapat melampaui dapat melampaui hukum-hukum fisis.

b. Fiksi Gotik

Di zaman sekarang, genre ini sering disebut cerita horor. Dalam genre fakta-fakta yang ada mendramatisasikan rasa takut dari dalam diri pembaca. Sarana-sarana yang sering digunakan dalam tipe ini adalah makam, hantu, mayat, rumah, suara aneh, pintu rahasia, dan adegan tengah malam. 

c. Naturalisme

Salah satu prinsip dasar yang terdapat dalam genre ini adalah objektivitas. Seorang penulis naturalis harus mampu memilah fakta agar selalu relevan dan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan. Ia harus berfikiran yang ojektif. Selain objektifitas, genre naturalis harus deterministik, yaitu pelaku atau subjek individu yang ditempatkan dalam kondisi eksperimental tertentu dianggap tidak memiliki kehendak bebas. Naturalisme percaya akan perilaku manusia digerakan oleh kekuatan psikologis, fisiologis, ekonomis, dan sosial. Seorang individu dalam tipe ini tidak memegang kendali akan hidupnya.

d. Fiksi Proletarian

Fiksi ini diawali dari kekecewaan pada lingkungan yang kemudian direalisasikan dalam bentuk tema eksplisit. Fiksi ini tampak seperti meralat sejarah dan menawarkan solusi akan ketidakadilan yang sedang berlangsung. Fiksi ini juga dipandang sebagai fiksi yang berisi protes sosial.

e. Novel Dedaktis

Fiksi jenis ini bersebarangan dengan genre naturalisme, Apabila karakter dalam genre naturalitik bersifat seperti boneka yang dikendalikan, karakter dalam genre dedaktis mampu bertindak apa saja dalam hidup. Genre ini percaya bahwa perilaku sosial 'pekerti' dapat diandalkan, pentingm dan menjadi sandaran bagi setiap karakternya.

f. Alegori dan Simbolisme

Alegori kerap mengetengahkan peristiwa-peristiwa yang tidak mungkin terjadi. Genre ini lebih mengedepankan akal daripada emosi. Alegori merupakan pernyataan implisit mengenai polik, agama, moralitas, atau topik-topik lain yang didramatisi sedemikian rupa. Alegori dan simbolisme tidak benar-benar dapat dibedakan.

g. Satir

Satir merupakan karikatur versi sastra. Isi dari cerita satir cenderung melebih-lebihkan, cerdas, sekaligus ironi. Genre ini mengekspos absurditas manusia atau institusi, membongkar kesenjangan antara topeng dan wajah sebenarnya. Satir juga identik dengan sisi humoris namun serius (vitriolist)

h. Fiksi Ilmiah dan Utopis

Genre ini mencoba menjelajahi segala kemungkinan dalam prinsip-prinsip ilmiah, kemudian  merepresentasikannya dalam bentuk fiksi.

i. Ekspresionisme

Ekspresionisme sering dianggap sebagai teknik untuk mengomentari masyarakat atau mengeksplorasi jiwa. Akibatnya situasi yang digambarkan menjadi terbalik. Pemikiran tokoh atau makna dari setiap situasi ditampilkan seolah-olah mimpi dan berwujud simbol-simbol menyerampkan, sehingga sedikit sekali kemiripannya dengan dunia nyata.

j. Fiksi Psikologis: Arus Kesadaran

Fiksi ini adalah salah satu aliran sastra yang berusaha mengeksplorasi pikiran sang tokoh utama, terutama pada bagian yang terdalam yaitu alam bawah sadar.

k. Fiksi Otobiografis

Jenis fiksi ini berbeda dengan jenis otobiografi karena sifatnya yang bersifat fiktif. Pengarang pada genre ini bebas memanioulasi fakta,

l. Fiksi Episodis dan Pikaresk

Episodik dan pikaresk merupakan terminologis struktural yang hanya diperuntukan bagi novel. Alur dalam novel episodik disusun dalam episode yang berbeda. Setiap episode ini melengkapi dirinya sendiri, terangkai oleh satu atau beberapa tokoh.

m. Fiksi Eksistensialis

Fiksi tipe ini dipandang sebagai fiksi yang mengusung persoalan-persoalan yang menjadi bahasan filsafat eksistensialisme. Gagasan utama dalam filsafat ini tersampaikan lewat unkapan yang berbunyi "Eksistensi mendahului esensi" yang berarti manusia dihadapkan pada fakta fisis yang buram dan mengada dalam ruang dan waktu secara bersamaan. Fiksi jenis ini memperluas topik bahasannya pada keterisolasian, ketidakjelasan identitas, dan kegagalan individu dalam membangun hubungan interpersonal yang memuaskan dan keburaman dan absuditas duniannya,



Previous Post
Next Post

0 comments: